Resensi Buku Sang Pendobrak



 SANG PENDOBRAK


Judul                   :DAHLAN ISKAN SANG PENDOBRAK
Penulis                :Sholihun Hidayat Dan   Abdul Ghofa
Penerbit              :Elex Media Komputindo
Terbit                   :Maret 2013
Jumlah Halaman :328





          Buku berjudul “Dahlan Iskan Sang Pendobrak” ini, penulis –Sholihin Hidayat dan Abdul Ghofar Mistar mengidentifikasi  wartawan sejati Dahlan Iskan sebagai sosok pembaharu. Atau, ‘pendobrak’, seperti namanya yang merupakan etimologi dari bahasa Arab; “dakholan”, yang berarti terobosan. Alias  “dakhilun” (subyek) artinya, pembuat terobosan, pendobrak, pembuka jalan pencerahan.Dahlan dideskripsikan sebagai wartawan ber-multitalenta.
Sebagai jurnalis “anak didik” Pemred Majalah Tempo, Gunawan Muhammad Dahlanmengawali karier sebagai reporter koran lokal di Samarinda (1975), kemudian menjadi  wartawan Majalah Tempo (1976-1981)–, talentanya sebagai wartawan kreator salah satu karya  besarnya yaitudibuktikan dengan berani memelopori mendobrak budaya, format lembaran koran konvensional di Indonesia dirombak berukuran jumbo. Ini cuma salah satu dari sederet karya kepeloporan Dahlan Iskan di dunia jurnalistikdi tanah air.
Penulis juga membeberkan kebeningan dan kesederhanaan Dahlan sebagai pebisnis, dibuktikan dari kepiawaian mengawali mengelola koran Jawa Pos (dibeli  PT Grafiti Pers, penerbit Majalah Tempo dari pebisnis The Chung Sen),yang semula hanya beroplah satu becak  (1982), kemudian melesat menjadi ratusan ribu eksemplar.

         Banyak pengusaha yang gagal mengembangkan bisnisnya, disebabkan karakter pribadinyalebih menyerupai penjudi daripada pengusaha. Banyak ilmuwan yang ilmunya tidak mencerdaskan siapa pun, malah menyesesatkan masyarakat, karena sejak di bangku sekolah dia hanya memimpikan jabatan dan kekayaaan. Ilmunya tidak bermanfaat, karena tertutup oleh keserakahan hawa nafsunya. Dia ibarat tawon gung yang ke mana-mana cuma menebar ancaman bagi siapa saja. (hal 136)
Dan celakalah bila ada pengusaha, pejabat, atau politisi yang kesenangannya hanya singing, eating, dan touring. Pasti pikiran-pikiran korup akan selalu mengendap dalam benak mereka. (hal. 62)
           Pendobrakan  Dahlan,  diungkap pula, bukan cuma bisa membuat Jawa Pos beranak pinak menjadi  lebih seratus surat kabar di seluruh Indonesia. Namun, Dahlan juga mampu mencerahkan atau menghidupkan  industri pers di seluruh provinsi, kota-kota besar dan kota terpencil di negeri ini, yang sempat mengalami stagnasi dalam perjalanan paruh Orde Baru. Kehidupan pers daerah bernasib “hidup segan mati tak mau”.
Berkat terobosan Dahlan Iskan membangkitkan industri pers daerah, alhasil, lahir pula ribuan wartawan andal menyebar di seluruh tanah air, dan kini menjadi pelaku salah satu pilar demokrasi di negeri ini.
           Gebrakan dan terobosan Dahlan selama menjadi pejabat publik, bukan berarti berhenti membuat orang tecengang seperti ketika memimpin “kerajaan Jawa Pos”. Pro kontra terus mengalir keras. Proyek besarnya menjadikan Indonesia bebas dari lampu ‘byar pet’, misalnya. Pasca menjadi Dirut PLN pun, dia masih terus di-“kejar-kejar” para politisi di Senayan, dengan dalih minta pertanggungjawaban akuntanbilitas penggunaan anggaran APBN.
Dahlan toh, bergeming. Dahlan tak gentar. Penulis menyitir ungkapan Presiden AS John F Kennedy: “Jangan kamu bertanya apa yang diberikan Negara kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negaramu. (hal 277)

Keunggulan buku
1.      Buku ini disajikan selingan dialog dengan tujuan untuk menghidupkan catatan dalam buku tersebut agar lebih komunikatif dan lebih enak dibacadalam dialog santai antara tokoh bernama Habib dan seorang Kiai (dalam ceritanya) yang membicarakan tentang sosok Dahlan Iskan. Jadi tidak ada  unsur direkayasa.Dari situ pulapembaca bisa menyimpulkan bahwa Dahlan Iskan dikenal apa adanya.
2.      Dalam buku tersebut penulis juga menyelipkan banyak kalimat motivasi yang selalu diamalkan oleh Dahlan Iskan seperti “Bukan gaya berpakaian kalian, bukan penampilan fisik kalian yang bisa mengantarkan menuju kesuksesan. Tapi, kesungguhan dan keseriusan kalian dalam belajar yang akan menentukan nasib di kemudian hari”. Pegangilah ucapan Nabi Khidir ini; “Man jadda wajada”. Siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan keberhasilan. (sopo sing temen bakal tinemu). (hal 81).dibuktikan dengan kesuksesan yang diraih Dahlan Iskan dengan berpegang teguh pada nasihat agama  ; “Man jadda wajada”.
Kekurangan buku
1.    Penyajian alur dalam dialog buku tersebut penulis cukup relevan dan  juga memperkaya dengan ilustrasi tokoh-tokoh kerajaaan Jawa seperti Ken Arok, Gajah mada, bahkan Jaka Tingkir (hal. 272). Kendati pun plot di beberapa bagian, terutama bagian awal, alurnya melebar.
2. Penyajian tulisan disampaikan dengan gaya bebas dengan analisis-yang mungkin-subjektif dari sudut pandang penulis sendiri
Kesimpulan
          Penulis sangat antusias ingin mengajak pembaca untuk mengungkap jauh, daya dobrak Dahlan bukan cuma dibuktikan pada ide atau gagasan–gagasan ‘gila’, maupun pola pemikiranya yang tidak standar umum. Gaya hidup maupun penampilan keseharian Dahlan pun diungkap cenderung ‘mendobrak’.Misalkan, ikut sidang kabinet di Istana, contohnya, saat memimpin rapat para Dirut perusahaan BUMN. Dia tetap konsisten dengan kebiasaannya bersepatu kets dan kemeja lengan pendek, atau kemeja lengan panjang yang digulung.
Dahlan Iskan dalam buku ini tidak diidentikkan simbol perlawanan ideologi. Sebaliknya,penulis  ingin menyampaikan  bahwa Dahlan Iskan adalah figur inspirator, inovator, motivator, sekaligus konseptor yang  dapat memberikan ketauladanan perlawanan terhadap kebekuan, ketidakberdayaan, ketertinggalan, kemiskinan, kebodohan, bahkan  simbol wartawan progresif.